Dilansir dari Cryptonews, pengadilan di Hangzhou, Tiongkok telah memutuskan bahwa non-fungible token (NFT) dianggap sebagai properti virtual dan dilindungi oleh hukum Tiongkok. Putusan ini berasal dari kasus yang melibatkan perselisihan antara pelanggan dan platform yang disewa untuk menjual koleksi token.
Lalu, seperti apa nantinya penerapan NFT yang dianggap sebagai properti virtual yang dilindungi hukum? Simak berita lengkapnya berikut ini!
Pengadilan menyatakan bahwa koleksi NFT memiliki karakteristik hak properti seperti nilai, kelangkaan, pengendalian, dan keterbacaan, sementara juga memiliki āatribut unik dari properti virtual jaringanā, menurut Cryptonews.
āKontrak yang terlibat dalam kasus ini tidak melanggar hukum dan peraturan negara kita, juga tidak melanggar kebijakan aktual dan panduan peraturan negara kita untuk mencegah risiko ekonomi dan keuangan, dan harus dilindungi oleh hukum negara kita,ā ujar pihak pengadilan, dikutip dari Cryptonews, Rabu (7/12/2022).
Pihak pengadilan juga mengatakan bahwa NFT adalah aset digital yang dibuat di blockchain dan membawa ekspresi artistik pencipta serta nilai hak kekayaan intelektual.
āOleh karena itu, koleksi digital NFT termasuk dalam kategori properti virtual, berbeda dari objek berwujud atau tidak berwujud dalam kontrak penjualan umum,ā tambahnya.
Baca Juga: Kamu Penggila Mobil Sport? Pertama Kalinya, Porsche 911 Klasik Luncurkan 7.500 Koleksi NFT!
Putusan pengadilan diajukan dalam kasus di mana pengguna platform teknologi, yang namanya tidak bisa disebutkan, menggugat perusahaan karena menolak untuk menyelesaikan penjualan dan membatalkan pembelian NFT mereka dari āflash saleā. Hal ini dikarenakan pengguna memberikan nama dan nomor telepon yang diduga tidak cocok dengan informasi mereka, menurut Cointelegraph.
Pasalnya transaksi NFT sama seperti menjual barang digital secara online, dengan demikian, aktivitas jual beli tersebut adalah aktivitas e-commerce yang mana diatur oleh Undang-Undang E-commerce China, berdasarkan pengakuan dari pengadilan Tiongkok, menurut Cryptonews.
Pihak pengadilan juga menambahkan bahwa, āKoleksi NFT, jenis baru properti virtual online, harus dilindungi oleh hukum negara kita sebagai objek transaksi antara kedua belah pihak.ā
Hal tersebut terjadi setelah Pengadilan Tinggi Rakyat Shanghai mengeluarkan dokumen pada bulan Mei 2022 yang menyatakan Bitcoin juga tunduk pada undang-undang dan peraturan hak milik meskipun ada larangan negara terhadap crypto.
Baca Juga: Inovatif! Gramedia Manfaatkan NFT untuk Edukasi Teknologi!
Dikutip dari Cointelegraph, China telah bekerja untuk memisahkan NFT dari crypto dengan proyek blockchain yang didukung pemerintah, guna mendukung penyebaran NFT non-crypto yang dibayar dengan uang fiat.
Pemerintah masih waspada untuk memastikan penduduknya menolak āNFT speculationā seperti yang dijelaskan dalam pernyataan di bulan April 2022 antara Asosiasi Perbankan China, Asosiasi Keuangan Internet China, dan Asosiasi Sekuritas China yang memperingatkan publik tentang adanya resiko dari berinvestasi di NFT.
China bukan satu-satunya yurisdiksi yang menempatkan NFT di bawah undang-undang properti. Pada Oktober 2022 lalu, seorang hakim Pengadilan Tinggi Singapura juga mengacu pada undang-undang properti, yang menyamakan NFT dengan properti fisik seperti jam tangan mewah, ia mengatakan bahwa, āNFT telah muncul sebagai barang kolektor yang sangat dicari.ā
Lalu, bagaimana dengan regulasi NFT di Indonesia? Dilansir dari Kompas, Indonesia belum memiliki regulasi khusus untuk NFT. Namun, hingga saat ini, semua transaksi NFT di Indonesia tetap diawasi oleh Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti), karena NFT termasuk kategori aset crypto.
Dikutip dari Kata Data, pada Maret 2022, Bappebti menyampaikan bahwa masih perlu waktu untuk membuat regulasi khusus NFT di Indonesia. Kepala Biro Bappebti juga menyampaikan bahwa NFT tidak hanya berkaitan dengan komiditi, namun juga berkaitan dengan IT, oleh karena itu diperlukan rapat koordinasi dengan kementerian atau lembaga terkait penyusunan framework.
Referensi: