Dalam berinvestasi, momentum Fear of Missing Out (FOMO) kerap kali memengaruhi keputusan para investor. Jika masuk pada saat yang tepat, investor bisa meraup untung. Namun, jika sampai salah momentum, para investor FOMO ini akan menjadi korban pergerakan harga yang tiba-tiba terkoreksi. Kondisi tersebut membuat mereka menjadi sosok yang disebut sebagai exit liquidity. Dalam hal ini, mereka membeli aset di harga yang sudah tinggi dan kemudian menjadi likuiditas bagi para investor awal untuk menjual aset yang sudah dimiliki.
Seperti yang kita tahu, pasar bekerja berdasarkan likuiditas atau jumlah uang yang tersedia di pasar. Likuiditas tinggi membuat menjual aset menjadi mudah tanpa memengaruhi harga secara signifikan. Likuiditas rendah membuat menjual aset lebih sulit dan bisa memengaruhi harga secara signifikan.
Namun, FOMO juga bisa secara sengaja diciptakan. Dalam hal ini, whale yang mempunyai aset sangat besar menjadi salah satu pelakunya. Para whale tidak akan melakukan penjualan ketika likuiditasnya rendah guna menghindari crash. Oleh karena itu, mereka akan menyiasatinya dengan memperbesar likuiditas aset tersebut. Caranya, mereka menyebarkan hype terhadap aset yang hendak dijual. Jika berhasil, hype tersebut bisa membuat investor tertarik membeli asetnya karena dorongan FOMO.
Dengan adanya pembeli yang standby, whale bisa menjual aset yang dimiliki tanpa khawatir harganya akan jatuh secara signifikan. Namun, ketika hype-nya selesai, harga aset dan likuiditasya mengalami penurunan drastis. Para whale tidak akan dirugikan karena sudah menjual aset saat harganya masih tinggi. Sementara para investor yang baru membeli aset tersebut, akan merugi karena membeli di saat harga aset tinggi. Dalam konteks ini, para investor baru yang terjebak kemudian disebut sebagai exit liquidity-nya para whale.
Mau terhindar dari FOMO ketika berinvestasi crypto? Baca selengkapnya di artikel berikut.