Jakarta, Pintu News ā Carbon trading menjadi salah satu instrumen utama dalam upaya global mengatasi perubahan iklim. Dengan memberikan nilai ekonomi pada emisi karbon, negara dan perusahaan dapat memperdagangkan kredit karbon untuk mencapai target pengurangan gas rumah kaca.
Namun, sistem ini masih menyisakan tantangan, terutama dalam hal regulasi dan implementasi di berbagai negara, termasuk Indonesia.
Yuk, simak lebih lengkap mengenai carbon trading atau perdagangan karbon di artikel berikut ini!
Carbon trading adalah sistem yang memungkinkan entitas, seperti perusahaan atau negara, untuk membeli atau menjual izin untuk emisi gas rumah kaca. Setiap kredit karbon mewakili izin untuk mengeluarkan satu ton karbon dioksida atau setara gas rumah kaca lainnya. Tujuan utama dari perdagangan karbon adalah untuk mengurangi emisi global dengan memberikan nilai ekonomi pada karbon.
Dalam praktiknya, negara atau perusahaan yang tidak mampu mengurangi emisi mereka bisa membeli kredit karbon dari pihak lain yang berhasil menurunkan emisi mereka lebih dari target. Sistem ini muncul setelah Protokol Kyoto pada tahun 1997 dan diperkuat lagi dalam pertemuan COP26 di Glasgow pada 2021, yang menetapkan kerangka kerja global untuk perdagangan karbon.
Salah satu manfaat utama dari perdagangan karbon adalah memberikan insentif ekonomi bagi negara dan perusahaan untuk mengurangi emisi mereka. Dengan memperdagangkan kredit karbon, entitas yang mampu mengurangi emisi lebih banyak dapat menjual kelebihan mereka kepada pihak lain. Ini mendorong investasi dalam teknologi ramah lingkungan, seperti energi terbarukan.
Baca Juga: Mempelajari Bursa Karbon: Mekanisme hingga Cara Belinya!
Selain itu, perdagangan karbon juga memungkinkan negara-negara berkembang untuk mendapatkan pendanaan melalui proyek-proyek pengurangan emisi yang dijual sebagai kredit karbon kepada negara maju. Ini membuka peluang baru bagi investasi hijau di sektor energi dan lingkungan.
Perdagangan karbon beroperasi melalui dua jenis pasar: pasar kepatuhan dan pasar sukarela. Pasar kepatuhan diatur oleh kebijakan atau regulasi nasional atau internasional, seperti skema perdagangan emisi (ETS) di Uni Eropa atau China. Di pasar ini, negara atau perusahaan diberi batas maksimum emisi, dan mereka harus membeli kredit jika melebihi batas tersebut.
Sebaliknya, pasar sukarela memungkinkan entitas membeli kredit karbon secara sukarela, misalnya untuk memenuhi target keberlanjutan perusahaan atau mengimbangi jejak karbon individu. Pasar sukarela biasanya didorong oleh sektor swasta dan lebih fleksibel dalam aturan perdagangan kredit.
Secara global, perdagangan karbon diatur oleh berbagai kesepakatan internasional, seperti Protokol Kyoto dan Perjanjian Paris. Di beberapa negara, pemerintah telah mengadopsi skema perdagangan emisi (ETS) untuk memaksa perusahaan mengurangi emisi atau membeli kredit dari entitas lain. Contoh yang paling dikenal adalah skema ETS Uni Eropa yang diluncurkan pada 2005.
Baca Juga: Memahami Consumer Price Index (CPI) dan Dampaknya pada Harga Kripto
China, sebagai penghasil emisi terbesar dunia, meluncurkan skema ETS terbesar pada 2021 yang mencakup sekitar seperlima dari emisi global dari pembakaran bahan bakar fosil. Skema-skema ini memberikan contoh nyata bagaimana negara bisa menerapkan sistem perdagangan karbon untuk mengurangi emisi secara signifikan.
Di Indonesia, perdagangan karbon mulai mendapat perhatian setelah pemerintah menetapkan regulasi terkait pada 2021. Proyek percontohan seperti REDD+ (Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation) telah dikembangkan untuk mengurangi emisi dari deforestasi. Dalam skema ini, kredit karbon dihasilkan dari upaya menjaga hutan dan digunakan oleh negara maju untuk memenuhi target pengurangan emisi mereka.
Namun, implementasi perdagangan karbon di Indonesia masih menghadapi tantangan, terutama dalam hal transparansi dan pengawasan. Regulasi yang lebih jelas dan insentif bagi sektor swasta diperlukan agar perdagangan karbon dapat memberikan dampak yang signifikan dalam upaya melawan perubahan iklim di tanah air.
Perdagangan karbon menawarkan solusi pasar yang efektif untuk mengurangi emisi global. Namun, sistem ini harus diimplementasikan dengan transparansi dan pengawasan yang baik agar tidak dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang hanya mencari keuntungan finansial. Indonesia, dengan kekayaan alamnya, memiliki potensi besar untuk menjadi pemain penting dalam pasar karbon global, asalkan regulasi dan kebijakan yang tepat diterapkan.
Setelah memahami lebih lanjut tentang carbon trading, penting untuk mengetahui bahwa salah satu bursa kripto terkemuka di Indonesia, Pintu, baru saja meluncurkan fitur terbaru bernama Pintu Pro.
Fitur Pintu Pro ini tidak hanya tersedia melalui aplikasi Pintu di perangkat seluler, tetapi juga dalam versi web. Dengan menyediakan berbagai fitur canggih, Pintu Pro Web dirancang untuk mengoptimalkan pengalaman trading kripto pengguna serta meningkatkan profitabilitas melalui dashboard yang lengkap dan serba guna.
Itu dia informasi terkini seputarĀ berita cryptoĀ hari ini. Dapatkan berbagai informasi lengkap lainnya seputarĀ akademi cryptoĀ dari level pemula hingga ahli hanya di Pintu Academy dan perkaya pengetahuanmu mengenai dunia crypto danĀ blockchain.
Ikuti kami diĀ GoogleĀ News untuk mendapatkan informasi terkini seputar dunia crypto danĀ teknologi blockchain. Nikmati pengalamanĀ trading cryptoĀ yang mudah dan aman dengan mengunduhĀ aplikasi kriptoĀ Pintu melalui Google Play Store maupun App Store sekarang juga.
*Disclaimer
Konten ini bertujuan memperkaya informasi pembaca. Pintu mengumpulkan informasi ini dari berbagai sumber relevan dan tidak terpengaruh oleh pihak luar. Selalu lakukan riset mandiri dan gunakan uang dingin sebelum berinvestasi. Segala aktivitasĀ jual beli bitcoinĀ dan investasi aset crypto lainnya menjadi tanggung jawab pembaca.
Referensi: