Mengungkap fakta mengejutkan, stablecoins kini menjadi alat favorit para pelaku kejahatan crypto dengan transaksi ilegal mencapai $40 miliar sejak tahun 2022. Laporan terbaru dari Chainalysis menunjukkan bahwa stablecoins, yang seharusnya menjadi mata uang digital stabil, malah disalahgunakan untuk berbagai aktivitas kriminal lintas negara. Simak berita lengkapnya berikut ini!
Dari tahun 2018 hingga 2021, Bitcoin merupakan mata uang crypto yang paling banyak digunakan dalam transaksi ilegal. Namun, pada tahun 2022 dan 2023, stablecoins mengambil alih mayoritas volume transaksi ilegal tersebut.
Menurut Chainalysis, peningkatan ini sejalan dengan pertumbuhan aktivitas seputar stablecoins, termasuk transaksi yang sah. Kendati demikian, untuk aktivitas kriminal tertentu seperti penjualan di pasar gelap dan pemerasan ransomware, BTC masih menjadi pilihan utama.
Namun, stablecoins semakin diminati untuk kegiatan penipuan dan transaksi yang terkait dengan entitas yang dikenai sanksi, yang merupakan bentuk kejahatan crypto terbesar dari segi volume transaksi.
Baca Juga: Terungkap! Rating Stabilitas Stablecoin oleh S&P Global, Siapa Juaranya?
Stablecoins menjadi menarik bagi individu dan negara yang dikenai sanksi karena memungkinkan mereka untuk menghindari pemblokiran akses ke mata uang stabil seperti dolar AS. Contohnya termasuk bursa crypto terbesar di Iran, Nobitex, dan bursa yang terkenal di Rusia, Garantex.
Penggunaan stablecoins di bursa-bursa ini jauh melampaui penggunaan Bitcoin. Pemanfaatan stablecoins dalam penghindaran sanksi melemahkan sistem yang dirancang untuk mempertanggungjawabkan negara, individu, dan perusahaan tertentu atas tindakan mereka. Ini memungkinkan mereka untuk mengakses mata uang yang seharusnya dicegah oleh sanksi.
Meskipun Tether, stablecoin paling populer, telah berupaya membekukan dana kriminal, skala penggunaan ilegal stablecoins telah melampaui upaya tersebut.
Baca Juga: Aturan Baru dari Pengawas Perbankan EU untuk Emiten Stablecoin, Seperti Apa Regulasinya?
Tether Holdings, perusahaan yang menerbitkan Tether, menyatakan bahwa mereka bekerja sama dengan lembaga penegak hukum untuk mencegah penggunaan ilegal crypto mereka. Mereka juga telah membekukan dana yang terkait dengan aktivitas ilegal.
Namun, data dari Chainalysis menunjukkan bahwa sebagian besar Tether yang terkait dengan kejahatan ditukar menjadi mata uang lain sebelum dapat diidentifikasi.
Kendati demikian, penurunan pendapatan dari peretasan crypto sebesar 51% pada tahun 2023 menandakan perkembangan positif dalam keamanan blockchain. Ini menunjukkan bahwa ada penurunan dalam volume transaksi yang terkait dengan alamat ilegal pada tahun yang sama.
Kesimpulan
Penggunaan stablecoins dalam kejahatan crypto telah mencapai angka yang signifikan, khususnya dalam penghindaran sanksi. Meskipun telah ada upaya untuk memerangi penggunaan ilegal, diperlukan penegakan hukum yang lebih ketat untuk mengatasi masalah yang mendasarinya.
Ikuti kami di Google News untuk mendapatkan berita-berita terbaru seputar crypto. Nyalakan notifikasi agar tidak ketinggalan beritanya.
*Disclaimer
Konten ini bertujuan memperkaya informasi pembaca. Selalu lakukan riset mandiri dan gunakan uang dingin sebelum berinvestasi. Segala aktivitas jual beli dan investasi aset crypto menjadi tanggung jawab pembaca.
Referensi