
Selama seminggu terakhir, kita telah melihat volatilitas harga BTC yang dilatarbelakangi oleh invasi Rusia ke Ukraina. Harga BTC yang dinilai sebagai investasi berisiko terpukul saat Rusia mulai menyerang Ukraina. Di hari pengumuman invasi, harga BTC merosot ke 34 ribu dolar AS sebelum pelaku pasar membalikkan keadaan hingga kemudian BTC berada di kisaran harga 39 ribu dolar AS.
Pada candle terakhir seperti pada grafik di bawah terlihat bahwa BTC ditolak pada garis resistensi 21 hari EMA (40 ribu dolar AS). Sentimen pasar masih berhati-hati dan sebagian besar pelaku pasar masih berada dalam mode “wait and see”. Akan tetapi, kapitulasi, atau keadaan di mana pelaku pasar menyerah dan menjual BTC secara masif, belum terjadi. Mayoritas pelaku pasar masih berharap harga akan berbalik naik, sehingga bisa dikatakan belum terjadi market bottom atau kondisi saat harga berada pada titik terendah. Hal ini berarti kita perlu mengantisipasi akan terjadinya kapitulasi.

Jika mengacu pada grafik mingguan, BTC masih bergerak sideways atau menyamping antara EMA 55 hari dan 100 hari. RSI (Relative Strength Index) masih cukup rendah yaitu di tepi angka 43. Yang berbeda sekarang dibandingkan periode-periode sebelumnya adalah tidak pernah ada kejadian yang serupa dengan invasi Rusia ke Ukraina sejak awal mula adopsi kripto secara besar-besaran. Sehingga efek dari invasi ini masih belum dapat diprediksi oleh pasar kripto yang relatif baru.

💡 Relative Strength Index (RSI) adalah indikator untuk menandakan momentum harga yang menggunakan pengukuran angka 0-100. Angka 0-30 menandakan momentum oversold yang artinya sebuah aset sudah mencapai titik maksimal penurunan harga dan akan mengalami pembalikan tren. Sebaliknya, angka 70-100 menandakan momentum overbought yang artinya harga aset sudah mencapai titik maksimal kenaikan dan akan mengalami koreksi.
Baca juga: 4 Indikator Trading Terbaik yang Perlu Kamu Perhatikan
Bagikan