Harga Bitcoin dan aset kripto yang terus mengalami penurunan menimbulkan banyak pertanyaan dan kekhawatiran. Apalagi sebelumnya Bitcoin sering disebut sebagai nilai lindung inflasi dengan jumlahnya yang terbatas yaitu 21 juta koin saja.
Lalu, kenapa harga crypto turun secara drastis sejak akhir tahun lalu? Kami akan mengulasnya di artikel ini.
Sejak melonjaknya harga Bitcoin pada awal tahun 2021, jumlah investor Bitcoin dan aset kripto di Indonesia terus bertambah. Data dari Bapebbti menunjukkan bahwa jumlah investor kripto di Indonesia berada di kisaran 12 juta per Februari 2022, dari 5,5 juta di tahun sebelumnya. Angka ini jauh melampaui jumlah investor saham yang tercatat ada sebanyak 8,1 juta per Februari 2022.
Harga Bitcoin yang melonjak dua kali lipat dari kisaran 27.000 dolar AS pada akhir 2020 ke 64.000 dolar AS di pertengahan 2021 merupakan salah satu yang memicu peningkatan jumlah investor kripto di Indonesia. Ditambah lagi dengan munculnya berbagai proyek kripto termasuk token-token L1 seperti Cardano (ADA) yang nilainya melonjak hingga 2.600%, dan juga token gaming seperti Axie yang naik hingga 4.600% pada pertengahan 2021.
Meski sempat kembali turun ke kisaran 31.000 dolar AS pada pertengahan 2021, Bitcoin kembali mencetak all-time high di November 2021 dengan harga yang mencapai 68.000 dolar AS.
Akan tetapi, sejak akhir November 2021, harga Bitcoin terus merosot. Per awal Juni 2022, Bitcoin bergerak di kisaran harga 30.000 dolar AS atau telah turun sebanyak 40% dari all-time high di November 2021. Tidak hanya itu, keseluruhanΒ market capΒ kripto mengalami penurunan ke angka 1,22 triliun dolar AS.
Berikut ini adalah beberapa hal penyebab kenapa harga crypto turun drastis kali ini.
Komite Pasar Terbuka Federal (Federal Open Market Comittee/FOMC) pada 4 Mei lalu mmengumumkan kenaikan suku bunga sebanyak 50 basis poin, atau 0,5%. Ini merupakan kenaikan suku bunga yang kedua dari tujuh penyesuaian yang diharapkan akan diumumkan tahun ini. Pada bulan Maret lalu, Federal Reserve (The Fed) menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin, atau 0,25%, yang merupakan kenaikan pertama sejak 2018.
Sejak pengumuman The Fed untuk menaikkan suku bunga, pasar saham dan kripto diwarnai dengan berbagai reaksi negatif. Tekanan terhadap pasar ekuitas dan kripto cukup kuat, dengan Bitcoin kehilangan sekitar -6,5% dari nilainya pada 7 Mei 2022, atau beberapa hari sejak pengumuman FOMC.
Kemudian, pada 15 Juni, the Fed kembali menaikkan suku bunga acuan sebesar 75 basis poin. Kenaikan suku bunga kali ini merupakan yang terbesar dalam 28 tahun. Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa mereka memutuskan untuk menaikkan kisaran target suku bunga dana federal ke kisaran 1,5%-1,75%. Hal ini menunjukkan sikap agresif Bank Sentral AS untuk menjinakkan inflasi, yang saat ini berada pada level 8,6 persen.
Menyusul pengumuman The Fed, pasar saham danΒ cryptoΒ bereaksi positif sehari setelahnya. Akan tetapi, BTC kemudian menurun dan terus jatuh. Selama seminggu terakhir, BTC mengalami penurunan sebesar -29%, sementara ETH mengalami penurunan sebesar -31% pada saat penulisan ini (18 Juni 2022). Kapitalisasi pasar BTC turun menjadi 355 miliar dolar AS, dan dominasinya telah berkurang menjadi lebih dari 44%.
π‘ Kenapa diperlukan kenaikan suku bunga untuk menghambat laju inflasi?
Alasan utama kenaikan suku bunga adalah inflasi yang melonjak, yang naik sebesar 8,6% year-on-year menurut data dari Consumer Price Index (CPI) terbaru. Angka ini lebih tinggi dari perkiraan para analis.
Dengan menaikkan suku bunga, pinjaman dan pengeluaran diharapkan akan melambat, sehingga peredaran uang akan berkurang dan pada akhirnya menekan laju inflasi. Akan tetapi, dengan meningkatnya biaya pinjaman, pertumbuhan ekonomi akan melambat dan berpotensi mengurangi lapangan pekerjaan.
Saat ini pasar crypto sangat berkorelasi dengan pasar ekuitas, terutama NASDAQ. Sehingga, pergerakan pasar ekuitas yang negatif membuat pasar crypto sensitif dan menurun juga. Selama bertahun-tahun, Bitcoin dianggap sebagai lindung nilai terhadap inflasi. Akan tetapi, tidak demikian halnya di tahun 2022. Pada bulan Januari tahun ini, Bitcoin mencapai tingkat korelasi tertinggi dengan S&P 500 dan Nasdaq sejak tahun 2020.
Seiring kenaikan suku bunga AS, aset yang dianggap berisiko dan fluktuatif seperti kripto dan saham akan mendapatkan tekanan jual yang lebih berat dibandingkan aset lain. Untuk saat ini, harga saham teknologi dan kripto turun beriringan.
Kenaikan suku bunga membuat pinjaman lebih mahal dan membantu memerangi inflasi dengan meredam permintaan. Akan tetapi, kenaikan suku bunga memicu ketakutan akan datangnya resesi, karena kebijakan tersebut akan melemahkan pertumbuhan ekonomi. Ketakutan akan terjadinya resesi ini merupakan salah satu penyebab melemahnya pasar, baik itu saham maupun kripto akhir-akhir ini.
Kekhawatiran akan terjadinya resesi ini mengakibatkan berkurangnya laju minat untuk berinvestasi di sektor-sektor yang dianggap berisiko tinggi, seperti saham dan juga kripto.
π‘ Dampak dari langkah yang diambil the Fed mengarah pada perlambatan yang akan terlihat jelas pada kuartal mendatang, ujar Andrzej Skiba, Head of Fixed Income di BlueBay Asset Management yang dikutip oleh Forbes. Lebih lanjut ia mengatakan bahwa the Fed perlu dilihat telah mengambil langkah untuk memerangi inflasi. β[Semua] yang akan tergantung pada apakah inflasi merespons dengan cukup cepat [terhadap kebijakan The Fed]β, tambahnya.
Pada awal Juni 2022, Bank Dunia memperingatkan bahwa harapan untuk mencegah resesi semakin memudar dengan terus berlangsungnya perang di Ukraina. Perang di Ukraina menyebabkan krisis pangan dan bahan bakar. Kenaikan tajam harga komoditas telah menjadi dampak ekonomi paling langsung dari konflik Ukraina
Di hari pertama invasi Rusia vs Ukraina pada tanggal 24 Februari 2022, terjadi kepanikan di pasar dan investor lebih dominan untuk menghindari risiko dengan cara menjual aset yang dinilai berisiko seperti saham dan kripto. Bitcoin yang dinilai sebagai aset investasi yang berisiko mengalami penurunan harga yang signifikan dan merosot ke 34.000 dolar AS dari 40.000 dolar AS. Di saat yang sama, saham global merosot, sementara dolar, emas, dan harga minyak meroket lebih tinggi karena investor berebut aset yang dianggap sebagaiΒ safe-haven.
Baca juga: Bagaimana Dampak Konflik Rusia-Ukraina Terhadap Cryptocurrency?
Tidak hanya didorong oleh situasi makro dan juga geopolitik, menurunnya nilai Bitcoin dan aset kripto lainnya juga disebabkan oleh berbagai situasi di dalam industri kripto itu sendiri. Pada 13 Mei, stablecoin Terra, UST, yang nilainya dipatok 1:1 dengan dolar AS jatuh hingga hanya bernilai 0.06 dolar AS.
Terjadinya depeg, atau jatuhnya harga UST ini berdampak pada merosotnya harga LUNA, βprotocol tokenβ dari Terra yang berfungsi menjaga nilai UST tetap setara dengan dolar AS. Per 13 Mei 2022, beberapa platform pertukaran aset kripto tidak lagi memperjualbelikan LUNA karena harganya yang terus turun hingga hanya bernilai 0.0002 dolar AS dari 80 dolar AS seminggu sebelumnya.
π‘ Sebelumnya, LUNA merupakan salah satu token yang termasuk dalam peringkat 10 besar kapitalisasi pasar menurut Coin Market Cap. Jatuhnya harga LUNA menyebabkan menguapnya 41 milyar dolar ASΒ market capΒ LUNA menjadi hanya 500 juta dolar AS hanya dalam waktu 24 jam.
Pada puncak terjadinyaΒ depeg UST (10-12 Mei 2022), Bitcoin mengalami penurunan pertamanya ke angka 27 ribu dolar AS sejak Juli 2021. Apabila kita menyesuaikan dengan respon Terra, ini sesuai dengan waktu di mana Luna Foundation Guard (LFG) menjual sekitar 80 ribu cadangan BTC-nya dalam upaya mengatasi depeg. Penjualan masif ini menjatuhkan harga Bitcoin dan membawa seluruh pasar kripto bersamanya.
Ditambah lagi, pemberi pinjaman aset kripto dari AS, Celcius, baru-baru ini membekukan penarikan dan transfer antar akun, yang selanjutnya memicu kekhawatiran penurunan yang lebih luas di pasar aset digital yang sudah terguncang oleh LUNA dan UST crash bulan lalu.
Baca juga: Apa yang Terjadi pada Terra (LUNA) dan UST?
Jika membandingkan kondisi bear market saat ini dengan sebelumnya, pada awal 2018, Bitcoin turun 69% dari harga tertinggi sepanjang masa 2017 di 19.700 dolar AS menjadi 6.155 dolar AS hanya dalam rentang waktu tujuh minggu. Total kapitalisasi pasar kripto anjlok dari 830 miliar dolar AS menjadi 120 miliar dolar AS pada akhir tahun. Rata-rata perusahaan saat itu sangat skeptis dan tidak memandang kripto sebagai peluang, dan banyak pemangku kebijakan dan CEO menganggap industri ini sebagai satu βpenipuan besarβ.
Akan tetapi kali ini, kemajuan proyek-proyek DeFi sudah sangat pesat. Pada akhir bull run 2017, hanya sekitar 100 decentralized application yang diluncurkan. Per bulan ini, ada ribuan di Ethereum saja. Kita bahkan melihat mulai bermunculannya proyek-proyek DeFi di blockchain Bitcoin.
π‘ Dengan begitu banyak proyek DeFi saat ini, spekulasi untuk mendapat untung cepat tidak lagi menjadi alasan utama investor mulai tertarik berinvestasi di kripto.
Kemudian, masuknya Big Tech ke metaverse juga merupakan hal yang tidak bisa diabaikan. Rebranding Facebook menjadi Meta, integrasi NFT pada Twitter, Instagram, dan Spotify; Google dan Microsoft memulai penelitian Web3 mereka sendiri dan secara aktif berinvestasi ke Web3, adalah beberapa contoh bagaimana perusahaan-perusahaan besar telah secara aktif masuk ke dalam industri ini. Brand-brand ritel dan mode raksasa pun strategi bisnis mereka ke Web3. Sebagai contohnya Walmart, Warner Bros, Gucci, Louis Vuitton, dan Nike.
Industri kripto pernah melalui periode βmusim dingin kriptoβ atau crypto winter namun tetap bertahan dan terus berkembang hingga kini. Meskipun tanda-tanda akan terjadi resesi dan crypto winter ada di depan mata, akan tetapi industri ini telah lebih matang dibanding tahun-tahun sebelumnya dan berada di posisi yang lebih baik.
Berikut penjelasan seputar kenapa harga crypto turun dan faktor-faktor pendorongnya. Jika kamu tertarik untuk memulai investasi aset kripto, downloadΒ aplikasiΒ cryptocurrencyΒ Pintu di Play Store dan App Store! Keamananmu terjamin karena Pintu diregulasi dan diawasi oleh Bappebti dan Kominfo.
Bagikan