Tingginya volatilitas harga crypto menjadikannya sebagai aset investasi berisiko tinggi. Namun, volatilitas tersebut justru menjadi peluang menggiurkan untuk metode scalping. Lantas, apa itu scalping? Mengapa volatilitas yang tinggi justru bisa menjadi peluang untuk scalping crypto? Cari tahu jawabannya melalui artikel berikut!
Scalping crypto adalah strategi trading aset crypto untuk mendapatkan keuntungan secara cepat melalui pergerakan harga sebuah aset dengan jangka waktu yang sangat pendek. Metode scalping memang tidak didesain untuk mendapatkan keuntungan besar. Pasalnya, para pelaku scalping atau biasa disebut scalper, melakukan trading hanya dalam hitungan menit, bahkan detik. Mengingat pergerakan harga aset crypto yang volatile, scalper bisa memanfaatkan pergerakan harga tersebut untuk memperoleh keuntungan.
Seorang scalper harus memiliki rasio kemenangan yang tinggi untuk bisa mencapai keuntungan yang besar. Oleh karena itu, mereka harus bisa melakukan trading sebanyak mungkin dalam waktu yang singkat. Dengan menggabungkan seluruh keuntungan kecil yang didapat, scalper pada akhirnya bisa mendapatkan keuntungan yang besar. Layaknya peribahasa sedikit demi sedikit, lama-lama menjadi bukit.
Dalam menjalankan scalping crypto, para scalpers tidak akan melihat fundamental sebuah aset crypto sebagai faktor yang utama. Bagi mereka, yang terpenting aset crypto tersebut memiliki volume tinggi dan likuiditas yang baik. Dengan demikian, dorongan momentum seperti sentimen berita atau pumping punya peran besar dalam scalping.
Oleh karena itu, terdapat tiga keahlian utama yang harus dimiliki seorang scalper yaitu membaca chart, kecepatan, dan konsistensi. Mengingat scalping sangat bergantung pada analisis teknikal, skill mumpuni dalam membaca chart menjadi syarat yang harus dimiliki scalpers. Lalu, karena proses scalping hanya memerlukan hitungan menit atau detik, kecepatan dalam mengambil keputusan juga harus dimiki scalpers. Sementara itu, konsistensi tidak terlepas dari keharusan para scalper untuk bisa melakukan banyak trading dalam sehari dengan rasio kemenangan yang lebih tinggi. Kemampuan lain yang tidak kalah penting adalah pemahaman soal cara pasar bekerja. Perpaduan skill tersebut dapat membantu para scalper dalam menyusun strategi scalping.
Trader pemula mungkin akan kesulitan membedakan antara scalping dan swing trading mengingat keduanya sama-sama merupakan strategi trading jangka pendek. Padahal, scalping dan swing trading mempunyai perbedaan dari sisi durasi waktu dan keuntungan yang diperoleh.
Scalping merupakan strategi trading yang punya durasi sangat singkat. Sedangkan swing trading punya durasi yang lebih lama, bisa dalam hitungan hari atau minggu. Hal ini karena swing trader hanya melakukan pembelian atau penjualan ketika ada perubahan tren agar bisa mendapat keuntungan yang lebih optimal.
Mengingat swing trader menahan posisinya dalam waktu yang lebih lama, mereka juga harus mempunyai pengetahuan soal tren dan berita yang ada di pasar untuk mendapatkan momentum. Sementara scalper tidak perlu mengetahui tren dan berita karena posisi trading yang singkat.
Scalping terbagi menjadi dua jenis berdasarkan cara melakukannya.
Sesuai dengan namanya, scalping sistemematis merukan scalping yang dilakukan berdasarkan sistem yang telah ditentukan. Dalam hal ini, biasanya scalper sudah melakukan riset dan analisis terlebih dahulu dalam menentukan waktu paling ideal untuk masuk dan keluar pasar berdasarkan indikator teknikal. Alhasil, keputusan scalper dipengaruhi oleh indikator-indikator yang digunakan. Tak jarang, pada scalping jenis ini, scalper akan menggunakan trading bot untuk memudahkan proses eksekusi.
Scalping diskresioner merupakan kebalikan dari scalping sistematis karena pengambilan keputusan lebih bersifat spontan berdasarkan kondisi pasar. Jadi, alih-alih bergantung pada indikator, scalper diskresioner cenderung lebih berimprovisasi dan menyesuaikan perilaku pasar pada saat itu. Walau tidak menutup kemungkinan scalper diskresioner masih tetap memiliki sistem dalam melakukan trading.
Dalam melakukan scalping, terdapat berbagai indikator teknikal yang dapat digunakan untuk membantu pengambilan keputusan. Berikut ini merupakan indikator teknikal yang umumnya digunakan para scalper:
Dalam melakukan scalping, menggunakan indikator bollinger bands bisa membantu scalper untuk mengetahui volatilitas sebuah aset crypto yang sedang atau akan naik. Dengan menggunakan bollinger bands, scalper bisa mendapatkan insight terkait trend continuation atau reversal, dan periode pasar mengalami konsolidasi. Selain digunakan untuk memperkirakan tren harga, bollinger bands juga bisa menjadi indikator untuk mengetahui fase jenuh beli (overbought) sebuah aset crypto. Dalam scalping crypto, rentang waktu yang digunakan pada bollinger bands umumnya adalah M15, M30, atau H1.
Indikator stochastic dapat digunakan dalam scalping sebagai cara mencari sinyal jual dan beli dari sebuah aset crypto. Pasalnya, dengan menggunakan stochastic, scalper bisa mengidentifikasi level overbought maupun oversold. Hal tersebut bisa dilakukan dengan cara membandingkan harga penutupan dari sebuah aset dengan area high-low pada periode tertentu. Ketika sebuah aset memasuki area oversold, maka scalper bisa melakukan pembelian, dan sebaliknya.
Grafik candlestick dapat menghadirkan seluruh informasi terkait harga aset crypto yang diperlukan. Dengan membaca pola candlestick, scalper dapat mencari titik masuk dan keluar yang tepat. Tak hanya itu, candlestick juga berguna untuk memprediksi tren pergerakan pasar ke depan dan melakukan analisa teknikal lainnya.
Mengingat scalping mempunyai rentang waktu yang singkat, maka penggunaan indikator exponential moving average (EMA) jauh lebih tepat dibanding simple moving average (SMA) . Hal ini dikarenakan EMA merupakan indikator yang menunjukkan tren harga yang lebih tepat waktu dan bereaksi lebih cepat dari SMA. EMA yang memperhitungkan faktor harga terbaru dan data harga historis pada periode sebelumnya dapat menggambarkan tren secara lebih baik.
Indikator berikutnya adalah Moving Average Convergence Divergence (MACD) yang dapat menggambarkan tren harga sebuah aset crypto dengan memperlihatkan hubungan antara dua moving average dari harga crypto tersebut. Cara menghitung indikator ini adalah dengan mengurangi EMA 26 hari dengan EMA 12 hari. Setelah mendapatkan garis MACD, scalper bisa menambahkan EMA 9 hari atau yang biasa disebut sebagai garis sinyal. Setelah itu, garis sinyal tadi ditandai di atas garis MACD. Hasilnya dapat digunakan untuk melihat sinyal beli atau jual sebuah aset.
Namun, dari masing-masing indikator teknikal tidak ada yang bisa dibilang sebagai indikator scalping paling akurat. Sama dengan trading pada umumnya, menggunakan berbagai indikator teknikal akan jauh lebih baik untuk mendapatkan sinyal, ketimbang bergantung pada satu indikator teknikal saja.
Setiap metode trading pasti mempunyai kelebihan dan kekurangannya masing-masing, termasuk scalping. Berikut ini adalah kelebihan dan kekurangan dari metode scalping crypto:
Dalam melakukan scalping crypto, terdapat beberapa strategi yang bisa dipilih para scalper. Pemilihan strategi scalping crypto akan disesuaikan dengan karakteristik dan kemampuan para scalper-nya. Berikut ini adalah beberapa strategi yang bisa digunakan ketika melakukan scalping crypto:
Strategi ini mengharuskan para trader untuk melakukan aksi jual-beli dalam rentang harga (high and low) yang sudah ditentukan. Ketika scalper menentukan rentang harga yang ideal untuk trading, mereka akan melakukan beli di level support dan menjualnya di level resistance. Dalam strategi range trading, scalper juga bisa menggunakan stop-limit order untuk mengeksekusi pembelian atau penjualan secara otomatis ketika mencapai masing-masing target harga yang sudah ditentukan.
Lewat strategi ini, scalper bisa mengambil keuntungan dari adanya perbedaan harga yang signifikan dari harga bid tertinggi dengan harga ask terendah. Scalper bisa membuka posisi pada harga ask atau bid, kemudian menutup posisi tersebut ketika harganya bergerak naik atau turun untuk memperoleh keuntungan. Strategi bid-ask spread terbagi menjadi dua, yakni bid-ask spread lebar dan sempit.
Bid-ask spread lebar dapat terjadi ketika jumlah pembeli jauh lebih banyak dari penjual, harga pada akhirnya akan mengalami kenaikan. Pada momen ini, scalper umumnya melakukan aksi jual. Sementara bid-ask spread sempit terjadi ketika harga ask jauh lebih rendah, sementara harga bid jauh lebih tinggi dari biasanya. Pada skenario ini, jumlah penjual jauh lebih banyak dibanding pembelinya.
Strategi leverage merupakan metode untuk meningkatkan margin dari modal yang dimiliki dengan meminjam dana dari pihak ketiga. Dengan menggunakan leverage, beberapa scalper dapat menambah posisi mereka sehingga bisa mendorong keuntungan yang lebih tinggi. Namun, perlu diinggat, penggunaan leverage di satu sisi dapat meningkatkan risiko.
Strategi arbitrage adalah melakukan penjualan dan pembelian sebuah aset yang sama melalui dua platform yang berbeda. Scalper bisa mengambil keuntungan dari adanya perbedaan harga dari kedua platform tersebut. Terdapat dua strategi arbitrage dalam scalping, yakni spatial arbitrage dan pairing arbitrage.
Pada spatial arbitrage, scalper bisa memasang posisi long maupun short di exchange yang berbeda secara bersamaan. Dengan demikian, scalper melakukan hedging terhadap fluktuasi dari berbagai tren. Sementara pairing arbitrage hanya dilakukan pada satu exchange. Scalpers memanfaatkan perubahan harga pada salah satu pasangan aset, misalnya melakukan short pada crypto utama dari pasangan USD/BTC untuk memitagasi risiko.
Scalping, sama halnya dengan strategi investasi lainnya, bisa memberikan imbal hasil yang menguntungkan jika dijalankan secara tepat. Untuk menjadi seorang scalper yang sukses, kemampuan untuk bisa membaca dan mengartikan chart, memahami cara pasar beroperasi, serta mempunyai beragam strategi trading merupakan keahlian yang harus dimiliki. Selain itu, diperlukan konsistensi dan kedisiplinan yang tinggi agar scalper dapat mempunyai tingkat kemenangan yang lebih banyak dibanding kerugian.
Tapi di satu sisi, scalping bisa menjadi agresif dan mengharuskan konsenstrasi yang tinggi sehingga bisa melelahkan bagi orang yang belum terlatih. Selain itu, diperlukan modal yang besar agar scalper bisa mendapatkan keuntungan yang signifikan, di mana hal ini bisa menjadi tantangan bagi beberapa kalangan investor.
Namun, sebagai salah satu strategi dalam trading, scalping bisa menjadi pilihan bagi sebagian trader yang percaya diri dengan kemampuannya dan menyukai seni dalam trading itu sendiri.
Jika tertarik dengan aset crypto, kamu bisa berinvestasi aset crypto seperti BTC, BNB, ETH, dan yang lainnya melalui Pintu secara aman dan mudah. Selain itu, aplikasi Pintu kompatibel dengan berbagai macam dompet digital populer seperti Metamask untuk memudahkan transaksimu.
Ayo download aplikasi cryptocurrency Pintu di Play Store dan App Store! Keamananmu terjamin karena Pintu diregulasi dan diawasi oleh Bappebti dan Kominfo.
Selain melakukan transaksi, di aplikasi Pintu, kamu juga bisa belajar soal kripto lebih lanjut melalui berbagai artikel Pintu Academy yang diperbarui setiap minggunya! Semua artikel Pintu Akademi dibuat untuk tujuan edukasi dan pengetahuan, bukan sebagai saran finansial.
Jagjit Singh, What is scalping in crypto, and how does scalp trading work? Coin Telegraph, diakses pada 5 Januari 2023.
Sana Ali, What Is Scalping in Crypto?, Coin Market Cap, diakses pada 5 Januari 2023.
Alan Farleym, Top Indicators for a Scalping Trading Strategy, Investopedia, diakses pada 5 Januari 2023
Bybit Learn, 5 Best Profitable Crypto Scalp Trading Strategies, Bybit, diakses pada 5 Januari 2023.
Temitope Olatunji, What Is a Cryptocurrency Scalping Strategy and How Does It Work? Make Use Of, diakses pada 5 januari 2023
Bagikan