Inflationary gap adalah kesenjangan inflasi, yaitu konsep ekonomi makro yang dipakai untuk mengukur perbedaan tingkat PDB riil dan yang akan datang.Â
Konsep ini digunakan untuk mengukur ketika ekonomi beroperasi pada full employment. Kesenjangan bisa dianggap inflasi jika PDB riil nilainya lebih tinggi dibandingkan PDB potensial.Â
Singkatnya, mengapa terjadi inflationary gap terjadi adalah karena permintaan barang dan jasa melebihi tingkat produksi. Untuk menguranginya, pemerintah mengeluarkan kebijakan fiskal. Seperti pengurangan pengeluaran, mengeluarkan obligasi, hingga kenaikan pajak.Â
Kesenjangan deflasi atau deflationary gap adalah kapasitas produksi ekonomi yang kurang dimanfaatkan. Hal ini berbeda dengan istilah deflasi itu sendiri yakni kondisi saat tingkat harga secara umum menurun.
Akan tetapi, kesenjangan deflasi tidak selalu menciptakan deflasi ekonomi. Walau tingkat harga cenderung anjlok karena kapasitasnya berlebih. Deflationary gap terjadi karena permintaan agregat dan penawarannya dalam jangka pendek berfluktuasi.Â
Fluktuasi jangka pendek ini yang membuat PDB riil menyimpang dari potensi PDB yang seharusnya. Penyimpangan ini disebut oleh para ekonom sebagai output gap/kesenjangan output.
Baca juga: Ini Cara Menghitung Pertumbuhan Ekonomi dan Faktor yang Mempengaruhinya!
Ada banyak penyebab mengapa Inflationary Gap dan Deflationary Gap bisa terjadi. Berikut beberapa diantaranya disertai cara mengatasi inflationary gap dan deflationary gap:
Penyebab Inflationary gap adalah karena adanya peningkatan PDB riil sehingga konsumsi meningkat. Harga-harga otomatis akan naik dalam jangka panjang akan tetapi dalam kondisi kesempatan kerja penuh.
Kesenjangan inflasi ini mewakili titik di siklus bisnis saat ekonomi berkembang. Jumlah dana yang lebih tinggi dimiliki, sehingga masyarakat bisa dengan mudah membeli barang/jasa.Â
Mengingat jumlah permintaan barang dan jasa yang melebihi produksi, nilai PDB riil dan potensial mengalami kesenjangan.Â
Kebijakan fiskal pemerintah dibuat untuk mengurangi gap tersebut.
cara mengatasi inflationary gap dan deflationary gap adalah dengan mengurangi peredaran jumlah uang, atau mengeluarkan kebijakan guna mengurangi pengeluaran pemerintah. Bisa juga dengan cara menerbitkan obligasi atau surat berharga untuk mengurangi angka gap tersebut.Â
Permintaan agregat yang menurun menjadi penyebab adanya deflationary gap atau recessionary gap. Contoh menurunnya permintaan agregat ini seperti resesi global. Hal ini membuat ekspor menurun sehingga agregatnya juga berada di kondisi demikian.
Agregat yang menurun ini juga bisa terjadi karena suku bunga tinggi, sehingga pinjaman baru akan lebih mahal. Alhasil, rumah tangga akan mengurangi pengeluaran untuk barang-barang tahan lama. Di sisi lain, perusahaan juga akan menunda pengeluaran investasinya.
Pajak tinggi juga menjadi faktor lain dari adanya deflationary gap. Hal ini akan berujung pada bisnis dan konsumen yang lebih pesimistis. Harga ekuitas perumahan juga akan menjadi lebih rendah.Â
Agregat yang menurun ini pada akhirnya akan membuat PDB riil menjadi rendah. Tingkat harga juga akan berujung pada kondisi serupa. Pada akhirnya, ekonomi beroperasi di bawah output yang semestinya berpotensi tercapai.Â
Suatu negara mengalami inflationary gap atau sebaliknya bisa diketahui dengan mencari nilai S. Nilai S atau fungsi tabungan ini menggambarkan hubungan tabungan rumah tangga dengan pendapatan nasional, dengan rumus:
S = Y-C
S = tabunganÂ
Y = Kapasitas Produksi
C = Tingkat Konsumsi
Berdasarkan rumus tersebut, suatu negara mengalami inflationary gap jika nilai S lebih kecil jika dibandingkan pengeluaran/biaya investasi.Â
Sebuah negara memiliki biaya investasi (I) sebesar 2.000 dengan fungsi konsumsi = 1000 + 0,75 Y. Sedangkan kapasitas produksinya (Y) berjumlah 8.000. Pertanyaannya, apakah negara tersebut mengalami kesenjangan inflasi atau deflasi? Dengan menggunakan rumus sebelumnya,Â
S = Y-C
S = tabunganÂ
Y = Kapasitas Produksi
C = Tingkat Konsumsi
Jawaban :
S = Y – [1000 + 0,75 Y]
S = 8.000 – [1000 + 0,75 [8.000]
S = 8.000 – [1000 + 6.000]
S = 1.000
Diketahui bahwa nilai I dalam soal tersebut adalah 2.000, sedangkan S hasilnya 1.000. berarti nilai I lebih besar dari S yang menunjukkan adanya kesenjangan inflasi sebesar 1.000. Angka gap tersebut diambil dari I – S (2.000 – 1.000 = 1.000)
Rumus kesenjangan deflasi sebenarnya sama dengan kesenjangan inflasi. Perhitungannya bisa dihitung dengan rumus:
S = Y-C
S = tabunganÂ
Y = Kapasitas Produksi
C = Tingkat Konsumsi
Akan tetapi, bedanya dengan inflationary gap adalah keterangannya. Jika S atau tabungan lebih besar dari nilai biaya/pengeluaran berarti negara mengalami kesenjangan deflasi.Â
Baca juga: Bagaimana Cara Menghitung Laju Inflasi?
Sebuah negara memiliki tingkat ekonomi dengan biaya investasi sebesar 1.000 (I). Sementara, fungsi konsumsinya adalah 1000 + 0,75Y. Kapasitas produksi (Y) berjumlah 10.000. apakah negara tersebut mengalami deflationary atau inflationary gap?
S = Y-C
S = tabunganÂ
Y = Kapasitas Produksi
C = Tingkat Konsumsi
Jawaban:
S = Y-CÂ
S = Y – [1000 + 0,75 Y]
S = 10.000 – [1000 + 0,75 [10.000]
S = 10.000– [1000 + 7.500]
S = 10.000 – 8.500
S = 1.500
Dalam inflationary gap, akan terjadi jika nilai S lebih kecil dari nilai investasi (I). Akan tetapi, perhitungan di atas menunjukkan nilai investasi 1.000 sedangkan S berjumlah 1.500. berarti S lebih besar dari pada I yang menunjukkan adanya kesenjangan deflasi.
Besaran kesenjangan deflasinya berarti S – I (1.500 – 1.000). Jumlah deflationary gap berarti 500 satuan.Â
Itu dia ulasan tentang perbedaan inflationary dan deflationary gap yang membandingkan antara PDB riil dan akan datang. Kebijakan fiskal yang tepat tentu sangat dibutuhkan agar nilai gap inflasi atau deflasi tidak terlalu jauh. Semoga informasi ini bermanfaat!
Referensi:Â